Konmari & Tsundoku

Buku adalah suatu hal yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan saya. Benar, saya adalah seorang kutu buku. Walaupun saya suka membaca buku, tidak semua buku yang saya beli selalu habis terbaca. Seringkali saya membeli sebuah buku tanpa bisa menghabiskannya.
Hal yang saya alami ini disebut dengan istilah Tsundoku. Tsundoku : The Art of Buying books and Never Read It. Begitulah judul laporan BBC tentang tsundoku yang sudah mewakili artinya. Mungkin tsundoku tidak terlihat merugikan bagi beberapa orang. Tetapi tentu saja ini merupakan hal yang buruk. Salah satunya adalah menghabiskan uang. Daripada membeli buku yang tidak dibaca, toh kita bisa gunakan uang tersebut untuk membeli sesuatu yang lebih bermanfaat. Meskipun terlihat bermanfaat, jika tidak digunakan tetap saja sebuah buku tidak akan jadi bermanfaat; bahkan bisa merugikan diri.
Sebenarnya saya adalah tipe orang yang berkomitmen untuk menghabiskan sebuah buku sebelum membeli yang baru. Tetapi tetap saja, ketika saya melihat buku bagus di toko buku / toko online, saya akan terpengaruh. Alhasil ketika saya berusaha membaca buku lama yang belum habis, saya akan selalu kepikiran untuk segera membaca buku baru yang sudah saya beli.
Hal ini berlangsung terus menerus, hingga pada akhirnya buku-buku tersebut menumpuk di meja belajar saya. Hal ini seringkali menyebabkan saya kurang leluasa ketika belajar dan mempengaruhi performa belajar saya.
Sesuatu yang saya anggap sepele menjadi sesuatu yang cukup merugikan bagi saya. Apa yang harus saya lakukan terhadap tsundoku yang terjadi pada diri saya? Jawabannya adalah konmari.
The KonMari method is a system of simplifying and organizing your home by getting rid of physical items that do not bring joy into your life. Dengan metode konmari, kita hanya boleh menyimpan benda yang membawa suatu joy pada diri kita. Karena kebetulan buku menjadi suatu kategori sendiri dalam konmari saya bisa langsung menerapkan metode ini.

Bagaimana saya menerapkan metode konmari kepada buku-buku saya. Sesuai dengan apa yang diajarkan Ibu Elsi Santi, saya memegang satu persatu buku saya, buku mana saja yang menghasilkan spark joy maka itu buku yang saya simpan dalam rak buku saya yang bisa dibilang kecil. Lalu buku yang tidak menghasilkan spark joy maka saya harus mengikhlaskan untuk berdonasi pada orang lain.
Tentu saja, walaupun saya sudah menggunakan metode komari untuk berbenah diri, saya tidak boleh tetap melanjutkan kebiasaan tsundoku saya. Walaupun saya tidak bisa sepenuhnya menghentikan tsundoku dengan konmari, tetapi konmari sudah cukup membuat saya berpikir untuk tidak membeli buku baru sebelum menghabiskannya. Karena dengan metode ini, saya harus mendonasikan buku yang tidak menghasilkan spark joy.
sumber :
1. https://tirto.id/tsundoku-membeli-banyak-buku-tapi-tidak-membacanya-dhQZ
2. https://www.penguin.co.uk/articles/2019/jan/six-basic-rules-of-tidying-marie-kondo/
About Me
Hai, Saya Josuanstya Lovdianchel, seorang bocah yang menyukai banyak bidang (generalist) dan masih mencari jati dirinya.
Cheers!