Wanita, Impulsive Buying dan Bentengnya
Wanita kerap kali dikaitkan dengan kebiasaannya berbelanja, berlibur, atau menghabiskan waktu dengan mencicipi kuliner di berbagai restauran. Ya, tidak dipungkiri kebiasaan ini memang sangat mahir dilakukan oleh wanita terutama di Indonesia. Bagaimana tidak, coba diingat kembali, wanita sejak dari dulu selalu dimanjakan dengan aktivitas “mengeluarkan uang”. Di Indonesia sendiri para pria yang mayoritas mencari nafkah, kemudian nafkah tersebut diserahkan kepada istri untuk dibelanjakan sesuai kebutuhannya. Itulah mengapa wanita sejak dari kecil selalu dekat dengan kebiasaan ini. Beruntungnya jika ibu, saudara, atau Anda sendiri juga mempunyai penghasilan sendiri. Setidaknya Anda tahu juga bagaimana rasa susahnya mencari uang. Coba cek di keluarga kita, siapa yang sering mengeluarkan uang, ayah atau ibu kita? Tentu Ibu, bukan?
Sayangnya peran wanita dalam mengatur pengeluarannya kadang tidak diimbangi dengan perhitungan yang matang. Kebiasaan membelanjakan uangnya, dorongan dari dalam diri, faktor lingkungan, serta minimnya pengetahuan tentang manajemen keuangan membuat wanita terjebak menjadi impulsive buyer. Pembelian tak terencana memang seringkali akhirnya membawa dampak buruk pada wanita, salah satunya tak memiliki tabungan sama sekali meskipun dia berpenghasilan lebih. Pernahkan Anda sendiri merasa bingung kemana perginya uang Anda padahal gaji sudah naik dari tahun sebelumnya?
Lalu bagaimana menekan impulsive buying ini? Dan apakah impulsive buying ini benar-benar buruk? Yuk simak bahasan #AlaLona berikut ini :

Tips Agar Pengeluaran Tetap Terkontrol
Sadari apa tujuan hidup Anda
Pernahkah bertanya dalam hati, tujuan hidup ini akan dibawa kemana sih? Kalau pertanyaan terlalu berat, coba diganti. Nanti saat tua ingin kehidupan yang seperti apasih? Saya sendiri ada keinginan di kala tua nanti saya sudah bisa memberikan manfaat secara financial ke orang di sekitar saya dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Tentu untuk mendukung hal itu, saya sendiri harus sudah memiliki kebebasan financial juga bukan. Dan saya pun menyadari, jika saya masih terbiasa dengan kondisi saat ini yang dikit-dikit “tergoda” flash sale, maka impian itu akan sulit tercapai karena besarnya pengeluaran saya. Selain itu jika saya tetap bertahan mengandalkan sumber penghasilan saat ini, maka mimpi tersebut juga semakin lama bisa saya gapai. Oleh karena itu, saya harus mencari sumber penghasilan tambahan agar bisa mempercepat realisasi mimpi saya.
Prioritaskan keperluan Anda
Teman-teman ngajak nongkrong di restaurant baru nih, gabung gak ya? Nah jika kita tidak memiliki daftar prioritas keperluan, pasti ajak semacam ini langsung saja kita iyakan. Coba buat daftar prioritas keperluan Anda. Belajarlah merelakan hal-hal yang ternyata tidak berdampak untuk mencapai tujuan hidup Anda. Di awal mungkin terasa menyiksa mengurangi kebiasaan-kebiasaan ini. Namun percayalah, rasa sakit itu hanya di awal saja. Berikutnya akan terasa lebih mudah.
Selalu tanyakan alasan Anda mengeluarkan uang
Ini salah satu tips saya pribadi juga dalam mengontrol pengeluaran. Setiap ada barang yang ingin saya beli, saya selalu mempertanyakan banyak hal ke diri saya sendiri. Kenapa saya ingin barang ini? Kalau saya beli barang ini, impactnya apa? Kalau saya tidak punya barang ini, efeknya apa? Barang ini senilai dengan barang kebutuhan pokok apa ya? Tentu Anda harus mempunyai daftar prioritas kebutuhan dulu sebelum menjawab pertanyaan ini, agar bisa membandingkannya.
Perencanaan mewujudkan tujuan hidup
Saat kita menentukan tujuan hidup, baiknya selalu kita setup dengan SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Realistis, Timeframe). Artinya tujuan hidup ini jika dirangkan menjadi 1 kalimat haruslah jelas artinya, bisa terukur, jelas kapan ingin tercapainya. Misalnya, Anda ingin pensiun di usia 40 tahun dengan tabungan sejumlah 100 juta untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan mendefinisikannya dengan jelas, maka kita akan lebih mudah membreakdown strategi untuk mencapainya. Beberapa aktivitas yang bisa mulai dilakukan misalnya dengan sedikit demi sedikit melunasi hutang jahat (hutang yang digunakan untuk membeli barang yang nilainya menurun seperti kredit kepemilikan mobil). Mulai membuat pos dana tersendiri untuk keperluan “Happy-happy” yang tidak boleh dilanggar alokasi biayanya. Menyesuaikan gaya hidup sesuai kemampuan. Menambah sumber penghasilan lain. Berani berinvestasi ke jenis investasi yang lebih menguntungan.
Mengelola uang agar lebih menguntungkan
Mendengar kata investasi pertama kali, pikiran saya langsung merecall kejadian-kejadian buruk yang pernah disiarkan di tv. Pemberitaan tentang investasi bodong ternyata cukup menjadi mental blocking buat saya untuk mengenal lebih jauh bagaimana investasi itu. Untungnya setelah membaca buku dari mba Prita Ghozie, saya jadi tercerahkan tentang cara kerja investasi dan mengapa ada kejadian-kejadian investasi yang tidak mengenakkan. Investasi sendiri memiliki beberapa bentuk, ada yang berupa aset fisik maupun non fisik. Aset non fisik bisa berupa rekening tabunga, reksa dana, saham, dll. Sedangkan Aset fisik bisa berupa property, emas, lukisan, dll. Semua bentuk investasi ini tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bentuk investasi yang minim resiko umumnya juga memiliki potensi keuntungan yang rendah, misalnya tabungan yang hanya bisa memberikan bunga sekitar 1-2%. Deposito bisa memberikan bunga sekitar 5%. Sedangkan saham memang memiliki resiko naik turunnya suku bunga sesuai dengan kondisi perekonomian, namun saham bisa memberikan bunga 20% hingga 50%. Untuk itu sebelum berinvestasi, penting bagi kita mengenal terlebih dahulu profil resiko diri kita. Biasanya financial advisor akan lebih mudah merekomendasikan investasi apa yang cocok dengan karakter kita. Jika karakter kita assertive dan aggressive, maka bentuk investasi seperti saham atau property cocok diambil. Hukum dalam investasi itu bisa dibilang “No Pain, No Gain”
Apakah impulsive buying itu buruk?
Menurut saya sendiri, jika kita sudah memiliki tujuan hidup, kita sudah menyadari pentingnya memprioritaskan kebutuhan, dan kita sudah mengerti bagaimana mengelola uang kita, impulsive buying boleh saja dilakukan pada hal-hal yang memiliki opportunity bagus, yang dapat membantu kita mewujudkan tujuan hidup. Misalnya saja, rekan kita menjual asset bangunan berupa toko di lokasi strategis dengan harga yang murah di pasaran. Karena kita sudah tahu bahwa toko merupakan asset yang bisa kita gunakan untuk membuka usaha atau menyewakannya, sehingga asset tersebut pun nantinya tetap bisa mengalirkan keuntungan bagi kita, maka tidak ada salahnya kita memanfaatkan peluang ini. Tentunya dalam hal ini dana sudah kita miliki ya 🙂
Jadi mari mulai pilah – pilah kembali prioritas kita. Mulai menata kembali keuangan yang mungkin saat ini sedang bergerak kesana kemari dengan aktifnya agar lebih terarah dan menguntungkan di masa depan. Saya pun juga sedang belajar menerapkannya.
3 Comments
Leave a Comment
You must be logged in to post a comment.
Dilakukan secara bertahap, lek langsung gas poll dampaknaya agak nyiksa. Yang cowok juga bisa jadi impuls buying, biasane di area hobby mereka. Untung lek hobine bisa produktif. Lek gak, isok boncos..
Serasa dejavu pernah baca ini dimanaaa gitu ya kak ?
kekuatan cross posting..hahahhaa